Demo Tolak UU TNI di Grahadi, Polisi Luka-Luka

Demo Tolak  UU TNI di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, berakhir ricuh pada Selasa, 25 Maret 2025. Aksi yang awalnya berlangsung damai tiba-tiba berubah menjadi kekerasan ketika sejumlah oknum pendemo bertindak anarkis, menyebabkan beberapa petugas kepolisian terluka.

Aksi Unjuk Rasa yang Ricuh

Unjuk rasa tersebut dimulai sekitar pukul 10.00 WIB, dengan ribuan peserta berkumpul di depan Gedung Grahadi untuk menyuarakan penolakan terhadap pengesahan UU TNI yang dinilai membatasi hak-hak sipil. Dalam orasinya, para demonstran menuntut agar pemerintah merevisi undang-undang tersebut. Namun, situasi berubah ketika beberapa pendemo mencoba merangsek ke arah barikade polisi. “Kami datang untuk menyampaikan aspirasi dengan damai, tapi beberapa orang justru memprovokasi dengan tindakan anarkis,” ujar salah satu peserta demo, Rudi, yang juga mengutuk aksi kekerasan tersebut.

Bentrokan dengan Polisi

Ketegangan mulai meningkat saat beberapa pendemo melemparkan batu dan botol ke arah petugas yang menjaga keamanan. Polisi yang berjaga di lokasi berusaha membubarkan massa dengan cara humanis, namun hal itu tidak menghentikan aksi kekerasan. Beberapa anggota polisi terluka dalam insiden tersebut akibat lemparan benda keras. “Kami terpaksa menggunakan perlengkapan pengaman untuk menjaga keselamatan diri dan membubarkan kerumunan,” jelas Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol. Argo Yuwono.

Korban dan Penanganan Luka

Akibat bentrokan ini, dua anggota polisi dilaporkan mengalami luka-luka dan harus mendapatkan perawatan medis di rumah sakit terdekat. Sementara itu, beberapa pendemo juga dilaporkan mengalami cedera ringan akibat kericuhan yang terjadi. “Kami telah memberikan perawatan kepada anggota polisi yang terluka dan beberapa warga yang juga terlibat dalam bentrokan,” ujar Kombes Argo.

Tindakan Polisi

Polisi mengaku telah mengambil langkah-langkah tegas untuk mengendalikan situasi, dengan menggunakan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan kerumunan yang semakin tidak terkendali. Pihak kepolisian juga berencana untuk memeriksa beberapa orang yang diduga memprovokasi aksi anarkis dalam demo tersebut.

Reaksi Pemerintah dan Masyarakat

Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengutuk keras tindakan kekerasan yang terjadi dalam aksi tersebut. Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menyampaikan bahwa unjuk rasa merupakan bagian dari demokrasi, namun harus dilakukan dengan cara yang damai dan tidak merusak ketertiban umum. “Kami mendukung kebebasan berpendapat, namun kekerasan bukanlah cara yang tepat untuk menyampaikan aspirasi,” ujar Khofifah.

Imbauan untuk Tetap Damai

Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol. Toni Harmanto, mengimbau agar masyarakat dapat menyalurkan aspirasi mereka dengan cara yang lebih tertib. “Kami berharap semua pihak dapat menjaga situasi kondusif dan menyalurkan pendapat dengan damai. Polisi akan tetap menjaga keamanan dan ketertiban,” ujar Kapolda Toni.

Meskipun situasi telah kembali terkendali, insiden ini meninggalkan sejumlah pertanyaan mengenai pengelolaan aksi massa dan pentingnya menjaga dialog yang konstruktif antara masyarakat dan pihak berwenang.